#TumpukDiTengah: Cara Kita Memperlakukan Pelayan Restoran Adalah Cerminan Kepribadian Kita
#TumpukDiTengah ternyata bukan cuma soal beresin meja setelah makan
Beberapa waktu belakangan, tagar #TumpukDiTengah bersirkulasi di media sosial. Sesuai namanya, tagar tersebut menyuarakan gerakan mengumpulkan piring dan mangkuk bersama alat makan lainnya di satu tumpukan untuk mempermudah tugas pelayan restoran.
Namun di saat bersamaan, ada pula pelanggan restoran cepat saji yang viral di jagat maya setelah ngomel-ngomel ke pelayan karena nggak paham bahwa minuman float itu bisa meluber.
Mengacu pada “The Waiter Rule,” dua sikap yang bertolak belakang ini ternyata bisa jadi refleksi dari kepribadian yang lebih besar.
Aku tim mbak2 AW pic.twitter.com/pSCEgjvqS5
— ecotraveller.id (@ecotraveller_id) June 21, 2022
Baca juga: Virus Cacar Monyet: Timeline dan Beberapa Hal yang Mesti Lo Tau!
#TumpukDiTengah, float luber dan “The Waiter Rule”
“The Waiter Rule” adalah teori yang meyakini bahwa karakter seseorang bisa terlihat dari bagaimana mereka memperlakukan pekerja jasa seperti pelayan.
Teori tersebut merupakan salah satu dari 33 “Peraturan Tidak Tertulis tentang Manajemen” yang dibuat William H. Swanson, mantan CEO dari Raytheon Company.
Meski terdengar sepele, cara kita memperlakukan pelayan bisa jadi cerminan diri untuk banyak aspek kehidupan kita sehari-hari.
Co-founder rantai makanan Amerika Au Bon Pain, Ron Shaich, menyebut bahwa ketika ia melakukan wawancara calon pegawai untuk posisi executive, ia akan bertanya kepada asisten sang kandidat tentang bagaimana sang atasan memperlakukan mereka. Menurutnya, sifat kasar dan banyak nuntut dalam situasi ini adalah indikator bahwa sang kandidat bukanlah pemain tim.
Hal senada juga diungkapkan Dr. Frederic Neuman dari Psychology Today. Ia menyebut, ketika kita mencari pasangan masa depan, ada baiknya kita mengamati bagaimana mereka menyikapi pelayan.
“Aku pernah bertemu dengan pasien yang memutuskan hubungan dengan tunangannya karena ia kasar terhadap pelayan. Hal ini masuk akal buatku. Pasalnya pelayan nggak bisa melawan. Aku pikir mereka yang kasar terhadap pelayan adalah penindas. Mereka yang kasar terhadap pelayan besar kemungkinan, cepat atau lambat, akan kasar terhadap pasangan mereka,” ujarnya.
Baca juga: Riset: 1 dari 3 Orang Indonesia Mageran alias Kaum Rebahan
“Situational value system”
The waiter rule sejatinya adalah bagian dari situational value system.
Mereka yang menganut sistem tersebut bisa saja memperlakukan pelayan dengan buruk karena mereka meyakini pelayan adalah pekerjaan yang “rendah.” Sikap mereka bersifat inkonsisten; akan terus berubah ketika berhadapan dengan orang dengan status yang berbeda-beda.
Karakter itu membuat mereka sulit untuk mendapatkan respek dari orang lain. Sulit pula buat mereka untuk bekerja sama dengan orang lain karena sifat mereka yang cenderung tidak kolaboratif.
Di sisi lain, mereka yang tidak menganut situational value system akan jauh lebih mudah mendapatkan respek. Mereka dipercaya untuk menjadi pemimpin karena bisa menunjukan empati tanpa syarat.
Karena alasan itu, mungkin ada baiknya kalo kita berkaca pada tagar #TumpukDiTengah dan insiden ibu-ibu ngomelin pelayan karena float luber yang disangka tumpah.
Apakah lo sudah nunjukin compassion kepada pelayan restoran yang melayani lo? Atau lo justru lebih milih untuk videoin sang pelayan yang lo sangka melakukan kesalahan biar viral? Your call.
Your thoughts? Let us know in the comments below!