“Terapi Konversi” Beredar di Media sosial, Picu Kritik Karena Promosikan Metode “Pemerkosaan Korektif”
“Terapi konversi” picu kontroversi karena mengandung unsur pemaksaan dan pemerkosaan
Terapi konversi jadi topik obrolan hangat beberapa waktu belakangan.
Hal ini bermula dari pesan yang bermunculan bersirkulasi di media sosial komunitas LGBT.
Dikutip dari Jakarta Post, pesan tersebut dikirimkan dari akun dengan nama pengguna @mohammadsusantu (yang kini sudah dihapus). Pesan tersebut berisi tentang ajakan untuk kembali “normal dan kembali ke jalan Tuhan.”
Lebih lanjut, pesan tersebut berisi tautan ke situs terapi konversi. Metodenya pun menimbulkan tanda tanya.
Wah, ternyata Instagram @magdaleneid kena DM soal terapi konversi juga. Apa sih ini tujuannya?Jahat banget 😭 pic.twitter.com/ZOUOfdec9w
— Magdalene (@magdaleneid) February 16, 2021
Baca juga: Robot NASA Berhasil Mendarat di Mars untuk Cari Jejak Kehidupan!
“Terapi Elektrokonvulsif” dan “Pemerkosaan Korektif”
Ada empat pelayanan yang disediakan lewat situs tersebut.
Sementara dua di antaranya mengusung jalur keagamaan, dua lainnya menggunakan metode “terapi elektrokonvulsif” dan “pemerkosaan korektif.” Kedua metode terakhir pun jadi salah sasaran kritik di jagat maya.
Penggunaan listrik sebagai metode terapi sempat digunakan sepanjang tahun 1960 hingga 70-an. Gagasannya adalah untuk mengasosiasikan keinginan homoseksual dengan rasa sakit. Namun alih-alih “sembuh,” mereka yang menjalani terapi tersebut malah merasa tersiksa dan trauma.
Metode kedua juga panen kritik. Apapun alasannya, pemerkosaan tetaplah pemerkosaan. Menggunakan unsur pemaksaan, terlebih untuk tujuan pengobatan, adalah ide yang susah dicerna khalayak luas.
Baca juga: Trailer Mortal Kombat Dirilis, Hadirkan Tampilan Penuh Joe Taslim Sebagai Sub Zero
Legitimasi dipertanyakan layanan Terapi Konversi dipertanyakan
Bukan cuma soal metode, legitimasi situs tersebut juga tak luput dari sasaran pertanyaan.
Tak hanya akun @mohammadsusantu yang kini sudah tidak bisa ditemukan, layanan tersebut juga tak mencantumkan alamat dan nomor telepon.
Sementara laman facebooknya disukai lebih dari 2000 orang, kolom komentar setiap post terbilang sepi. Selain itu, moderator laman tersebut pun tidak ditemukan.
Baca juga: Train To Busan Versi Hollywood Akan Disutradarai Timo Tjahjanto
Larangan Terapi Konversi
Perlu diketahui, bulan Desember lalu penolakan dan pelarangan terapi konversi sempat disuarakan lebih dari 300 pemimpin agama dari 35 negara.
Melansir AFP pada Rabu (16/12/2020), di antara para penandatangan pelarangan itu adalah perwakilan dari agama Kristen, Yahudi, Muslim, Budha dan Sikh, termasuk pemenang Hadiah Nobel Perdamaian dan pensiunan uskup agung Desmond Tutu.
“Kami menyerukan semua upaya untuk mengubah, menekan atau menghapus orientasi seksual seseorang, identitas gender atau ekspresi gender, yang umumnya dikenal sebagai ‘terapi konversi’, untuk diakhiri, dan agar praktik berbahaya ini dilarang,” kata mereka.
Sementara dari dalam negeri, sebuah petisi muncul untuk menolak layanan terapi tersebut karena dinilai tidak manusiawi.
Meski bari diunggah beberapa jam lalu, petisi tersebut sudah ditandatangani hampir 4.000 orang.