Seringnya Kebocoran Data di Indonesia , Apa yang Bikin Kebobolan Terus?
Kebocoran data ribuan perusahaan dan lembaga pemerintah
Kebocoran data jadi hal yang terus-terusan terjadi di Indonesia. Kasus bocor data di Indonesia juga seakan tak pandang bulu, perusahaan hingga lembaga pemerintah jadi sasaran.
Baru-baru ini, ada 21.000 perusahaan di Indonesia yang mengalami kejadian tersebut. Ratusan gigabita (GB) dat penting pun dijual di Darkweb.
Sebelum itu, lembaga-lembaga pemerintah seperti Dukcapil hingga BPJS pun kebobolan.
Apa yang bikin negara kita sering banget kebobolan?
Budaya WFH bikin makin rentan?
Sadar nggak sih, isu kebocoran data ini terjadi ramai-ramainya di waktu pandemi?
Walaupun data bocor sudah terjadi dari dulu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membuktikan kalau angkanya melonjak di dua tahun belakangan.
Menurut mereka, anomali traffic di Indonesia naik dari 2020 sebanyak 800-an juta, jadi 1,6 miliar pada 2021.
Jelas-jelas, dua tahun ini kita lagi giat-giatnya WFH (work from home). Banyaknya akses ke sistem lembaga perusahaan ternyata bikin risiko kebocoran data meningkat.
Para pekerja juga tak dibekali dengan software maupun hardware yang kuat menghadapi ancaman siber.
Ditambah lagi, risikonya juga jadi besar karena kurangnya keamanan siber di sistem informasi tanah air.
Keamanan siber yang rendah
Seorang pakar keamanan siber dari CISSReC Pratama Persadha mengatakan, potensi kebocoran data di Indonesia masih besar karena keamanan siber dan kesadarannya masih rendah.
“Potensi kasus kebocoran data di tanah air masih sangat besar, karena Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan yang memang kesadaran keamanan siber masih rendah,” ujarnya, melansir CNN.
Selain itu, belum adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) juga jadi salah satu yang bikin data rentan dibobol oknum.
Dengan adanya UU yang jelas, maka Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) mau tak mau bakal mengikuti standar keamanan dalam mengelola data pribadi.
Bagaimanapun, menurut Pratama Persadha tak ada sistem yang benar-benar aman.
“Tidak ada satu sistem pun yang 100 persen aman,” ujarnya.
Itulah mengapa negara harus waspada dan terus meningkatkan keamanan siber.
What are your thoughts? Let us know!