Pandemi Corona Ternyata Bikin Orang-Orang “Patah Hati”
Apa itu sindrom patah hati?
Tak cuma covid-19, pandemi corona ternyata juga bikin orang-orang “patah hati.” Hal ini terungkap lewat studi baru yang dirilis lewat Journal of American Medical Association.
Source: Giphy
Patah hati yang dimaksud tentu bukan patah hati karena bercinta. Alih-alih, “Broken Heart Syndrome” mengacu pada penyakit kardiomiopati takotsuno atau kardiopati stres alias kelainan pada otot jantung.
“Broken Heart Syndrome” dipicu stress selama pandemi
Broken heart syndrome muncul ketika stres emosional seseorang melonjak. Hal ini tentu rentan terjadi di tengah pandemi corona karena adanya tekanan sosial dan ekonomi.
Hal ini pun diamini oleh The American College of Cardiology, tekanan finansial, trauma fisik, kekerasan, kesedihan, dan bentuk lain dari tekanan emosional yang ekstrim dapat memicu stres kardiomiopati.
Pandemi corona memang punya dampak besar untuk kesehatan mental. Di Amerika sendiri, diperkirakan 23,5% orang Amerika melaporkan merasakan gejala gangguan depresi antara 23 April dan 5 Mei. Angka tersebut melonjak 25,1% antara 11 Juni dan 16 Juni.
Source: Giphy
Broken heart syndrome ditandai dengan berkeringat, mual, sesak napas, jantung berdebar dan nyeri dada. Sindrom patah hati tidak membunuh sel-sel jantung Anda seperti halnya serangan jantung.
Penelitian ini dilakukan dari 1.914 pasien di Klinik Cleveland Ohio AS, ada sekitar 250 di antaranya menunjukkan gejala sindrom koroner akut yang ternyata kardiomiopati stres. Jumlah tersebut menunjukan peningkatan jumlah penderita sebesar 7,8% selama puncak pandemi kemarin di Maret-April.
“Hubungan antara kardiomiopati stres dengan peningkatan tingkat stres dan kecemasan telah lama terjalin. Tekanan psikologis, sosial dan ekonomi yang menyertai pandemi … adalah faktor yang lebih mungkin terkait dengan peningkatan kasus kardiomiopati stres,” tulis laporan itu dikutip dari New York Post.
Penelitian sindrom patah hati masih terbatas
Meski demikian, para peneliti mengatakan penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Termasuk soal minimnya sampel. Selain itu, para peneliti juga harus mengembangkan penelitian ke negara-negara lain.