Makin Banyak Hiburan, Makin Deket sama Kesedihan?
Perkembangan Industri Hiburan
Ngomongin soal hiburan, selalu ada hal baru setiap harinya. Mau cari apa? Pasti ada.
Dilansir dari World Financial Review, industri hiburan ini dulunya dimulai tahun 1900-an lewat gedung pertunjukan, isinya ya opera dan teater. Baru sekitar tahun 1920-an ada radio, dan menyusul TV di tahun 1935.
Belum ada tuh video games sama internet.Video games baru ada sekitar tahun 1970, itu juga masih semacam Tetris belum yang grafisnya 3D dan bagus.
Habis itu, barulah industri hiburan ngebut banget. Contohnya, film, konsol game, walkman, discman, teknologi satelit buat broadcast, internet, smartphone, media sosial, Over the Top (OTT) media, olahraga, extreme sport, digital streaming platform, Subscription-based Video on Demand, dan masih banyak lagi.
Dulu nggak ada pilihan, sekarang orang-orang bingung terlalu banyak pilihan.
Festival musik banyak banget udah kayak coffee shop
— noir 🥀 (@cuhmbucket) November 12, 2022
Hiburan dan Dopamin
Nah, kebanyakan aktivitas hiburan yang dilakuin ngelepas senyawa kimia yang namanya dopamin dengan jumlah tinggi.
Smartphone jadi jarum suntik modern, sumber dopamin digital 24/7 dan karena itu semua jadi rentan terhadap konsumsi berlebihan yang kompulsif.
Dalam “Dopamine Nation: Finding Balance In the Age of Indulgence” dikatakan kalau dopamin itu adalah neurotransmitter, senyawa kimia yang bawa pesan antar syaraf yang ada di badan kita. Senyawa ini ngatur motivasi, kesenangan, mood, jam tidur dan juga ketergantungan.
Ketika dopamin dirilis terus-menerus, belom tentu itu hal yang bagus.
Kesenangan dan Rasa Sakit
Selain penemuan dopamin, ahli saraf menentukan kalau kesenangan dan rasa sakit diproses di daerah otak yang tumpang tindih dan berlawanan. Dengan kata lain, kesenangan dan rasa sakit bekerja seperti keseimbangan.
Dalam “Dopamine Nation”, Dr. Anna Lembke, psikiater dan penulis, mengeksplorasi penemuan-penemuan ilmiah baru yang menarik yang menjelaskan mengapa pengejaran kesenangan tanpa henti mengarah pada rasa sakit.
Hubungan kesenangan dan rasa sakit ini digambarkan sebagai jungkat-jungkit. Dan seperti jungkat-jungkit, semakin ‘tinggi’ posisi kesenangan, semakin jatuh juga kesedihan.
Akses buat hiburan yang semakin mudah dan dekat bikin kesedihan makin dekat.
Setiap hari, kita cari pelarian dari rasa sakit lewat screentime. Bisa sekedar scrolling medsos, nonton konten video, sampe nunggu ketiduran ditemenin series dan film,
Di akhir pekan, festival sudah berbaris nungguin. Mungkin di beberapa kejadian, kamu harus pilih antara penampil idaman atau kondangan pernikahan temen.
Semua itu jadi asupan dopamin yang nggak putus. Nggak heran kalau dalam beberapa tahun belakangan orang-orang mudah banget galau dan ngerasa hampa.
Dopamin dan Gangguan Mental
Dilansir dari Be Brain Fit, ada beberapa gangguan mental yang diasosiasikan, atau bahkan disebabkan sama dopamin, yaitu:
Selain itu, biasanya orang dengan tingkat dopamin yang tinggi bisa keliatan dari beberapa ciri yaitu intelegensi tinggi, ambisius, obsessed, emotionally detached, dan seorang risk-taker.
Asupan Dopamin yang Seimbang
Yang paling penting dari dopamin ini adalah asupan yang seimbang. Kekurangan dopamin bisa bikin ogah-ogahan, nggak ada motivasi, alias mager.
Kalo kebanyakan, bisa bikin agresif, sulit diajak kerja sama, kurang berempati, dan masih banyak lagi.
Di kasus-kasus lain, bisa juga kebanyakan dopamin ini bikin kamu jadi impulsif, susah tidur, dan libido tinggi.
Cara yang paling bener buat menanggulanginya adalah punya gaya hidup yang sehat. Biasa diatur lewat pola tidur, olahraga cukup, makan bergizi, dan melakukan hal-hal dengan secukupnya.
—
Let us know your thoughts!