Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Luxury Itu Relatif, Tapi Brand Ada Hierarkinya?

Luxury Itu Relatif, Tapi Brand Ada Hierarkinya?

Brand Luxury Cerminan Isi Kantong?

Sebagian dari kita mungkin adalah (atau kenal) orang-orang yang peduli banget dengan brand yang dibeli maupun dipakai, entah itu harus nge-tren ataupun mesti yang luxury.

Sering kali, orang berpendapat kalau merek yang dipakai itu bisa mencerminkan isi kantong orang yang memakainya. Pernyataan semacam ini nggak bisa dibilang sepenuhnya salah. 

Toh, nggak sedikit orang yang memakai merek mewah jadi alat dalam ajang flexing kekayaan. Memang nggak semua orang kayak gitu, ada juga mereka yang beli barang-barang branded karena kualitas dan craftsmanship-nya yang dianggap worth it.

Ternyata, merek “luxury” punya hierarkinya sendiri!

Luxury Itu Relatif, Tapi Brand Ada Hierarkinya?
via Tenor

Mulai dari Starbucks hingga Berlian Graff

Managing Director HSBC sekaligus penulis buku “The Bling Dynasty: Why the Reign of Chinese Luxury Shoppers Has Only Just Begun” membahas tentang segala kemewahan yang dialami para miliarder dunia.

Merek yang mereka beli lebih penting daripada uang yang dihasilkan,” tulisnya di buku itu.

Dalam tulisannya itu ia juga membuat piramida yang menunjukkan berbagai luxury brand, mulai dari yang paling rendah dan mudah dijangkau, hingga yang harganya nggak terhitung.

    • Everyday Luxury: Barang ataupun jasa yang tersedia di mana-mana, paling mudah dijangkau, dan harganya di bawah USD100, seperti Starbucks, parfum desainer, jam tangan Swatch. Biasanya, merek-merek ini identik dengan sesuatu yang dipakai sehari-hari.
    • Affordable Luxury: Nggak se-umum everyday luxury, berisi merek-merek dengan harga yang sedikit lebih tinggi (USD100-USD300), seperti Coach, perhiasan silver Tiffany. Biasanya, orang masih mempertimbangkan harga untuk membelinya. 
    • Accessible Core: Harganya berkisar USD300-USD1.500, mencakup merek-merek seperti Prada, Christian Louboutin, dll.
    • Premium Core: Mulai level ini, kebanyakan produk yang ditawarkan adalah tas, jam tangan, hingga perhiasan seharga USD3.000-USD5.000, seperti jam Rolex.
    • Superpremium: Orang-orang lebih memerhatikan kualitasnya, daripada harganya yang berkisar USD5.000-USD50.000. Mencakup merek seperti Hermes, Bottega Veneta, dll.
    • Ultra High End: Kebanyakan mencakup merek perhiasan dan berlian, seperti Leviev dan Graff yang harganya di atas USD50.000.
    • Bespoke: Ini next-level dari luxury brand. Pasalnya, produk-produk di level ini biasanya mengutamakan layanan dan personalisasi untuk pelanggannya. Produk-prduknya dibuat unik sesuai keinginan pembeli, mulai dari material yang dipakai, hingga cara pembuatannya. Tak ada batasan harga untuk level ini. 
Luxury Itu Relatif, Tapi Brand Ada Hierarkinya?
via Tenor

Gimanapun, kemewahan itu relatif

Walau barusan kita bahas soal tier dari brand luxury, mulai dari yang rendah sampai yang nggak kebayang berapa harganya, kemewahan itu sifatnya relatif.

Suatu barang, jasa, atau apapun yang menurut seseorang nggak “mewah” bisa jadi suatu kemewahan bagi orang lainnya, vice versa.

Hal ini sempat dibahas dalam artikel jurnal berjudul “Is Your Perception of ‘Luxury’ Similar to Mine? A Concept Made of Absolute and Relative Features.” Tulisan itu menyebutkan kalau “luxury” bisa relatif berdasarkan beberapa hal:

  • Tempat: Beberapa barang dianggap “mewah” karena kelangkaannya di suatu area. Makin jarang ketersediaannya di suatu daerah, barang itu dianggap makin mewah.
  • Waktu: Apa yang sekarang dianggap luxury belum tentu begitu juga di masa depan. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh tren, perkembangan industri, hingga perubahan struktur masyarakat.
  • Ekonomi: Ini tergantung keuangan setiap orangnya, dan potensi mereka untuk mengakses sumber daya tertentu.
  • Budaya: Kemewahan berdasarkan budaya maksudnya adalah bagaimana masyarakat sekitar memberi nilai kepada suatu produk, apakah produk itu dianggap “bagus” ataupun “jelek” di suatu kelompok masyarakat.
  • Situasi: Ini artinya kemewahan sebuah produk tergantung situasi yang dialami orang maupun masyarakat. Beberapa barang mungkin dianggap “kebutuhan”, beberapa lainnya dianggap “luxury”, dan belum tentu barang yang sama memiliki nilai yang sama bagi orang lainnya.

Jadi, nggak perlu debat-debatin mana yang “mewah” mana yang enggak.

What do you guys consider as “Luxury”? Let us know your thoughts!

Luxury Itu Relatif, Tapi Brand Ada Hierarkinya?
via Tenor
Your Daily Intake of Everything Trending

USS Feed is a multi-platform media that produces and distributes generation z-focused digital content, reporting the latest trends on fashion, lifestyle, culture, and music to its audience.

Subscribe so You Won't Get Left Behind.

By clicking “subscribe”, you agree to receive emails from USS FEED and accept our web terms of use, privacy and cookie policy.

Copyright © USS FEED | PT. Untung Selalu Sukses | 2018 – 2023 | Code with ♡ by mindsetlab.id