Livestream Shopping, Masa Depan Jualan atau Cuma Tren Doang?
Apa Itu Livestream Shopping?
Livestream Shopping atau Livestream Commerce adalah konsep jualan lewat platform media sosial kayak TikTok. Cara ini mulai jadi pilihan para pedagang buat jualan karena dianggap lebih ningkatin profit.
Pandemi berperan jadi stimulus perkembangannya karena perilaku belanja juga ikut berubah. Ditambah lagi, generasi yang lebih melek digital mulai masuk usia produktif; udah mulai aktif nyari uang dan ngabisin uang sendiri.
Livestream Shopping Lebih Interaktif!
Profesor marketing dari Wharton School, Thomas S. Robertson bilang kalau faktor utama kesuksesan konsep ini adalah karena evolusi penjualan online itu dimulai dari teks.
Dari forum jual beli sampe ecommerce, semuanya penuh sama tulisan–cenderung bosenin bahkan. Ketika muncul konsep jualan dalam format video, pastinya interaksi jadi jauh lebih menarik.
Perkembangan dan Prospeknya
Berdasarkan data dari Emplifi, proyeksi industri livestream shopping tahun 2023 di Cina bakal nembus USD 600 miliar. Sedangkan di Amerika Serikat, pertumbuhannya bisa sampe USD 25 miliar.
Sedangkan buat pertumbuhan konsumennya sendiri, Eropa unggul di peningkatan sebesar 86%. Disusul oleh daerah Timur Tengah dengan angka 76% dan Amerika Utara dengan angka 68%.
Livestream Shopping di Indonesia
Di Indonesia sendiri, berbeda dengan Livestream Shopping di luar negeri yang dikenal lewat TaoBao, platform yang populer adalah Shopee dan TikTok.
Khusunya TikTok, selain soal kontroversi konten mandi lumpur yang akhirnya ditindak, ternyata Livestream shopping juga jadi konten andalan.
Yang Laku Banyak, Yang Nggak Pun Ada
Meski proyeksi pertumbuhannya luar biasa, bukan berarti semua orang bakal sukses ketika nyoba.
Di tanggal 29 Januari 2023, akun dengan username @koalabiruu di Twitter unggah sebuah video yang nunjukin kalau dia lagi nangis. Dari tulisan di tweet tersebut, dijelasin kalau ternyata dia udah 3 jam jualan dan belum ada yang laku.
Di kasus yang lain, banyak juga yang kerja buat brand ngeluh karena jam kerja yang dirasa nggak masuk akal.
Ngoceh 3jam jualan di tiktok, gak ada yg beli :(
Nangis karena capek ajaaa pic.twitter.com/nHfkw8New7— koala 🐨 (@koalabiruuu) January 29, 2023
Nggak Cuma Pengguna, Pekerja Platform Juga Capek
Dilansir dari Financial Times, semenjak sebuah platform rilis fitur shop di Inggris, terhitung di bulan Juni 2022 udah ada 20 orang yang resign, dan tiap minggu angka itu terus nambah.
Hal ini disebabkan budaya kerja 996 di mana staf harus kerja dari jam 9 pagi sampai 9 malem selama 6 hari dalam seminggu.