Lift ke Luar Angkasa Segara Dibuat
Lift ke luar angkasa jadi salah satu ide tergila yang mungkin bisa menjadi cara mutakhir untuk bisa ke sana.
Rencana tersebut akan menghilangkan fungsi roket sebagai ‘tenaga utama’.
Lift ke luar angkasa sudah jadi ide gila sejak 1985
Menariknya, ide ini sebenarnya sudah dipikirkan sejak lama, bahkan dari tahun 1985. Dia adala Konstantin Eduardovich Tsiolkovsky, fisikawan Soviet yang disebut sebagai Bapak Kosmonaut.
Saat itu ide gila tersebut muncul karena terinspirasi dengan menara Eiffel di Paris, Prancis. Dilansir dari Science Focus, butuh waktu 65 sebelum akhirnya gagasa tersebut di’mengerti’ oleh Yuri Artsutanov dan dimasukan ke dalam artikel To the Universe by Electric Rail.
“Perjalanan ke alam semesta dengan bantuan roket harus menanggung ‘rantai gravitasi’, ‘akselerasi tinggi’ dan ‘mesin yang tegang’. Merancang lift sangat tinggi akan mengatasi ketidaknyamanan itu,” tulisnya.
Perusahan Jepang sudah jalankan proyek sejak 2014?
Tepat pada tahun 2014 silam, Obayashi Corporation asal Jepang menyampaikan rencana pembangunan lif luar angkasa.
Namun, hasil dari perhitungan manajemen logistik membuatnya baru akan bernilai di tahun 2050. Dilansir Detik, lift ini akan terdiri dari ‘kabel karbon nanotube’ dengan luas 96.000 km dengan pelabuhan darat terabung dengan diameter 400 m dan penyeimbang berbobot 12.500 ton dan memakan biaya 9.000 juta US Dollar.
Demi mendapatkan ‘kabel karbon nanotube’ dengan kualitas terbaik, peneliti Amerika Serikat, Bradley C. Edwards disebut sudah merancang dan meningkatkan kekuatan kabel sampai mampu menahan serangan mikrostreoid.
Siap menampung 30 orang
Kendati terus diteliti NASA secara mendetail, sejauh ini mereka menyebut kalau lift tersebut harus berada di Samudra Pasifik tropis barat. Adapun hal itu dikarenakan anggaran dan risiko terhadap lingkungan.
Terkait kapasitas lift, salah satu ilmuwan menyebut kalau ‘fasilitas’ itu dapat menampung 30 orang dalam kabin Digerakan dengan motor listrik berkecepatan 200 km/jam selama delapan hari, konsep ini disebut lebih hemat dari roket.
Sementara itu, tim Raptor dari Nihon University asal Jepang yang dipimpin oleh Yoshio Aoki, Profesor di Departemen Teknik dan Instrumen Presisi, berpartisipasi dalam empat European Space Elevator Challenge yang disiapkan oleh Technical University of Munich Jerman, di mana mereka menguji kelayakan struktur mekanis.
“Desain seperti sarang lebah memungkinkan rangka utama dibuat sekosong mungkin, sehingga mengurangi berat hingga 60% sambil mencapai kekakuan yang cukup dan tampilan yang menarik,” tutur Kaishu Koike.
Lebih lanjutnya, teknik lift ruang transportasi ini mungkin baru ada pada tahun 2030. Namun seluruh protokol keamanan dan bencana sudah dibangun dalam proporsi nyata