Kenapa Indonesia Harus Ikut Ketar-Ketir Karena Konflik Rusia-Ukraina
Imbas konflik Rusia-Ukraina: kenaikan harga pangan dan migas, melemahnya rupiah, hingga potensi perang dunia ke-3
Konflik Rusia dan Ukraina akhirnya pecah. Presiden Vladimir Putin menyerang Ukraina. Tak lama setelah menyampaikan pidatonya beberapa waktu lalu, tembakan artileri mendarat di Kharkiv, Odessa, Mariupol, dan ibu kota Kiev.
Sejumlah pakar pun mengungkapkan dampaknya yang berskala global.
Indonesia pun tak luput dari dampaknya.
Ekonomi dan bisnis: harga migas, nilai saham dan nilai tukar rupiah terdampak
Menurut ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, konflik ini mungkin akan berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan kenaikan harga minyak dunia meroket menembus US$105 per barel pada akhir perdagangan Kamis (24/2) waktu AS.
Nggak cuma itu, nilai tukar rupiah juga bisa melemah. Pada perdagangan Kamis (24/2) misalnya, rupiah melemah 0,37 persen menjadi Rp14.391 per dolar AS.
Namun, pada perdagangan pagi ini rupiah menguat tipis 8 poin ke Rp14.383 akibat spekulasi perang besar tak akan terjadi karena AS dan Uni Eropa memilih menghukum Rusia secara ekonomi.
Bursa saham juga ikut terdampak. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau bursa saham RI terpantau sempat jeblok 2,04 persen persen pukul 13.47 WIB pada Kamis (24/2).
This is not a ‘meme’, but our and your reality right now.
— Ukraine / Україна (@Ukraine) February 24, 2022
Konflik Rusia dan Ukraina bakal bikin harga pangan dan komoditas lainnya naik
Kenaikan harga minyak internasional pun diperkirakan berpotensi meningkatkan inflasi global.
Hal ini tentunya akan berdampak pada harga pangan global.
Bukan cuma mengganggu komoditas lunak seperti jagung, gandum dan barley, rantai komoditas logam seperti tembaga dan nikel juga ikut terganggu.
Krisis perdamaian
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Ade Maman Suherman menyimpulkan bahwa konflik Rusia dan Ukraina akan menyebabkan krisis perdamaian dan keamanan global yang serius dan multidimensional.
Saat ini ada 10 negara eks Uni Soviet yang bergabung dengan NATO. Hal ini memicu ketidakpercayaan Rusia terhadap komitmen Eropa yang terus memperluas pakta Militer Atlantik Utara.
“Ketika menyentuh teritorial Ukraina yang sebagian penduduknya etnis Rusia, maka kesabaran Rusia sudah ada pada titik nadir dengan satu opsi yakni melawan,” ujar Ade.
“Di sisi lain Rusia tidak ingin Ukraina jadi anggota NATO dan berpotensi membangun pangkalan militer sebagai garis terdepan untuk berkonfrontasi dengan Rusia,” jelasnya.
To Ukrainians around the globe:
Putin attacked, but no one is running away. Army, diplomats, everyone is working. Ukraine fights. Ukraine will defend itself. Ukraine will win.
Share the truth about Putin’s invasion in your countries and call on governments to act immediately.
— Dmytro Kuleba (@DmytroKuleba) February 24, 2022
Perang dunia ke-3
Tak sedikit yang mempredikri invasi ini akan berlangsung lama. Pasalnya negara seperti Amerika Serikat dan Inggris enggan melakukan konflik militer; alih-alih, pihak barat hanya akan menerapkan sanksi ekonomi dan finansial.
“Ini kasus konflik pertama yang perpetrator-nya negara pemilik hak veto dengan kemampuan senjata nuklir yang mumpuni. Tidak tertutup kemungkinan potensi Perang Dunia ke-3 kalau kalap dan frustasi, everything might happen,” tutur Ade.
Your thoughts? Let us know in the comments below!
-
Desainer Indonesia Disebut Pesan Paket Organ Manusia Dari Brazil
-
Jokowi Targetkan 2 Juta Kendaraan Listrik Beroperasi di Tahun 2025
-
Pertamina Bakal Gunakan Tenaga Surya di Pom Bensin
(Host Photo Agency/AFP)