Ilmuwan Ciptakan Jam Kiamat untuk “Perkirakan” Akhir Dunia?
Jam kiamat tersebut dipercepat 10 detik dari waktu awal
Masih inget dengan ramalan akhir dunia di tahun 2012 lalu? Kini ada “ramalan” baru untuk memperkirakan kiamat.
Bedanya, kali ini kiamat tersebut dibuat oleh sekelompok ilmuwan. Apa bedanya dengan versi suku Maya? Apakah lebih akurat?
Baca juga: PSSI Pastikan Bentuk Badan Tim Nasional, Targetkan Lolos Piala Dunia 2040
Bulletin of Atomic Scientists
Jam kiamat alias “Doomsday Clock” adalah proyek yang diinisiasi oleh Bulletin of Atomic Scientists, sebuah organisasi nonprofit independen yang beranggotakan ilmuwan, mantan pemimpin politik hingga ahli teknologi dan keamanan.
Organisasi tersebut bediri sejak tahun 1945 setelah insiden bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Organisasi tersebut menciptakan Doomsday Clock alias jam kiamat pertama kali pada tahun 1947. Alih-alih sebagai ramalan atau perkiraan betulan, jam tersebut adalah metafora terhadap kondisi dunia yang rusak karena ulah manusia untuk jadi pengingat umat manusia atas semua masalah yang terjadi.
Karena itu jam tersebut tidak menunjukan waktu “akhir dunia” yang jelas, dan malah menunjukan hitung mundur simbolis semacam “100 seconds to midnight,” yang bisa diganti-ganti tiap tahun.
Baca juga: Seorang Pendeta di Afrika Meninggal Usai Puasa Demi Tiru Yesus yang Puasa 40 Hari
Jam kiamat secara total sudah diganti puluhan kali
Secara total, jam ini sudah diganti 25 kali. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, jam tersebut diganti 3 kali.
Tahun ini, jam kiamat dipercepat 10 detik. Hal ini dilakukan mengacu pada kondisi dunia saat ini yang dilanda berbagai masalah.
Salah satu penyebab utamanya adalah perang dan tingginya suhu politik antara Ukraina dan Rusia yang berdampak secara global.
“Mencari jalan untuk negosiasi perdamaian yang serius mungkin akan berlangsung lama menuju penurunan risiko konflik. Di situasi bahaya global yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, diperlukan tindakan bersama, dan setiap detik sangat berharga.” (Dikutip dari pernyataan resmi Bulletin of Atomic Scientists).
Your thoughts? Let us know!