Crowd Management yang Gagal Bisa Berakibat Fatal?
Saat keramaian jadi bencana
Isu crowd crush baru-baru ini naik ke permukaan karena ada beberapa insiden di keramaian yang terjadi gara-gara crowd management yang kurang maksimal.
Ada kalanya keramaian malah jadi hal yang berbahaya.
Beberapa waktu belakangan, kita jadi saksi berbagai insiden mimpi buruk di dalam keramaian; Tragedi Kanjuruhan yang mematikan ratusan orang, diberhentikannya festival musik karena overcrowded, hingga kejadian mengerikan di festival Halloween di Itaewon yang juga memakan banyak jiwa karena alasan yang sama.
Kejadian-kejadian semacam ini biasa disebut dengan crowd crush, saat jumlah orang nggak sesuai dengan luas lokasi.
Dengan padatnya orang-orang yang berkumpul di satu tempat yang sempit, mereka jadi terdorong-dorong oleh sekitarnya. Dalam beberapa kasus, crowd crush bahkan bisa berujung ke aksi vandalisme, penyerangan, hingga pembunuhan.
Pentingnya crowd management
Menurut Berlonghi (1994), ada beberapa hal yang mesti diperhatikan baik-baik oleh penyelenggara acara, di antaranya: potensi perilaku keramaian, pengaturan tempat duduk, transportasi, waktu, parkir, cuaca, demografi, luas lokasi, hingga stand konsesi.
Udah seharusnya yang bikin acara untuk memperhitungkan matang-matang tentang semua hal ini.
Para event organizer juga bisa mempelajari perilaku keramaian.
Seorang ilmuwan di Berlin, Mehdi Moussaïd sempat menulis buku yang berjudul “Fouloscopie: Ce que la foule dit de nous” yang mempelajari tentang perilaku keramaian.
Ia pun menyampaikan beberapa tips untuk bisa survive dalam keadaan berbahaya di tengah lautan manusia.
Pertama, kita mesti bisa mengira-ngira kepadatan keramaian. Selama kurang dari lima orang ada di area satu meter persegi, keadaannya masih aman.
Saat kita udah ngerasa tersentuh orang lain di kedua bahu, itulah saatnya kita harus lebih waspada.
Moussaïd juga menyarankan untuk kita langsung keluar dari keramaian saat udah terlalu padat. Lakuin hal ini selagi masih ada ruang untuk bergerak.
Tapi saat terlanjur larut dalam crowd dan nggak bisa kemana-mana, artinya kita terlambat.
Terlanjur terjebak di crowd crush?
Ketika tekanan kanan-kiri depan-belakang terasa makin kencang, Moussaïd bilang kita harus terus aware dengan keadaan sekitar dan segala bahaya yang mungkin terjadi.
Apapun yang terjadi, sebisa mungkin kita harus tetap berdiri. Hal ini penting kita perhatikan untuk menghindari kemungkinan jatuh dan terinjak orang lain. Dalam keramaian yang padat, bakal susah untuk kita kembali bangun. Satu orang yang jatuh juga bisa membahayakan orang lainnya.
Kematian yang terjadi di insiden serupa kebanyakan justru disebabkan oleh kurangnya oksigen. Makanya, saat berada di keramaian, kita mesti selalu sediakan area di depan dada. Nggak perlu luas, beberapa cm pun bisa jadi penyelamat kita untuk bernapas.
Dalam keadaan yang sempit sesak, jangan pernah mendorong. Kuncinya, ikuti arus gerakan orang-orang. Dorongan ini bisa bikin “domino effect” yang membahayakan orang lain dan diri sendiri.
Adanya cedera rawan terjadi di benda-benda padat, kayak tembok dan tiang, pasalnya benda-benda ini tak bisa ikut bergerak saat arus crowd terus mengalir.
Terakhir, coba untuk peduli orang sekitar. Menurut Moussaïd, perilaku baik bisa menular dalam keadaan ramai. Saat kita mencoba membantu sesama, kemungkinan besar mereka juga bakal melakukan hal yang sama.
What are your thoughts? Let us know!