Apa Itu Resesi Seks dan Kenapa Kita Ikut Perlu Khawatir
Resesi seks menghantui banyak negara
Resesi seks saat ini tengah menghantui sejumlah negara besar. Cina, Rusia dan Amerika Serikat adalah beberapa diantaranya.
Lantas, apa sih resesi seks? Dan kenapa kita yang ada di Indonesia juga perlu khawatir?
Baca juga: Kini Konten Clickbait Bakal Muncul Paling Bawah di Halaman Pencarian Google
Apa itu resesi seks? Kenapa bisa terjadi?
Resesi seks merujuk pada penurunan rata-rata jumlah aktivitas seksual yang mempenguhi tingkat kelahiran yang rendah.
Menurut survei yang dilakukan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, murid SMP dan SMA yang melakukan hubungan seks berkurang dari 54 persen ke 40 persen sejak 1991 sampai 2017.
Selain itu, warga AS berusia 18 hingga 29 tahunyang tak melakukan seks sejak 2008 hingga 2018 juga meningkat dua kali lipat.
Hal serupa juga terjadi di Cina.
Pada tahun 2021, negara tersebut mencatat rekor angka kelahiran terendah sejak 1949. Sebanyak 11 juta bayi lahir pada tahun tersebut, terpaut cukup jauh dengan tahun 2016 yang mencapai 18 juta kelahiran.
Sejumlah ahli pun mengungkapkan kenapa hal ini terjadi.
Menurut editor senior The Atlantic, Kate Julian, fenomena ini dipicu banyaknya orang yang tidak memiliki pasangan. Banyak juga orang lebih memprioritaskan sekolah dan pekerjaan dibanding cinta dan seks.
Ada pula pendapat yang mengungkapkan bahwa hal ini terjadi karena pertimbangan biaya membesarkan anak yang sangat tinggi, terutama di kota besar.
Baca juga: Ojek Online di Bandung Dapat Orderan Tak Biasa: Mengubur Janin Bayi
Bisa saja terjadi di Indonesia juga
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, bahwa meski tak ada penurunan jumlah kelahiran dan populasi penduduk yang signifikan, resesi seks mungkin saja terjadi di Indonesia.
Hal ini dipicu tren gaya hidup di usia reproduktif yang menolak menikah atau tidak ingin memiliki anak.
“Bukan hanya itu, pola pikir mereka juga cenderung idealis. Berpikir lebih baik tidak punya anak dan hidup sebagai lajang seumur hidup atau tidak punya anak meskipun sudah menikah,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.
Selain itu, ada pula gangguan kejiwaan dan masalah mental terus meningkat yang menyulitkan seseorang memiliki pasangan, bahkan punya anak, serta tingkat perceraian yang meningkat sejak 2015 juga turut berkontribusi pada potensi resesi seks.
Your thoughts? Let us know!