Anies Baswedan Buat Surat Edaran Cegah Kekerasan Seksual, Begini Isinya!
Kabar baik datang dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang baru-baru ini terbitkan Surat Edaran tentang pencegahan dan penanganan pelecehan seksual.
Kekerasan seksual selalu jadi isu yang nggak ada habisnya. Hal ini bisa kita berantas kalau seluruh instrumen masyarakat bisa ikut andil.
Salah satunya, dari pemimpin yang membuat aturan. Dalam hal ini, Anies mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Nomor 7/SE/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Tindakan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Pemprov DKI Jakarta.
Begini lengkapnya!
Anies Baswedan terbitkan SE usai kasus pelecehan seksual oleh Kepala BPPBJ DKI
Beberapa waktu lalu, kasus pelecehan seksual terjadi di lingkungkan kerja Pemprov DKI Jakarta, tepatnya di Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ).
Anies Baswedan harus mencopot kepala BPPBJ, Blessmiyanda, atas terbuktinya dugaan kasus itu. Sementa itu, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, bilang korbannya bukan cuma satu.
Kemungkinan, hal ini lah yang jadi salah satu pendorong terbitanya Surat Edaran tersebut.
Tiga ketentuan utama Kepala Perangkat Daerah/Unit Kerja
Dalam Surat Edaran itu, Anies menyerukan tiga ketentuan utama pada para Kepala Perangkat Unit Kerja maupun Daerah, yaitu:
- Membangun komitmen dalam upaya pencegahan tindakan pelecehan seksual,
- Mewajibkan seluruh pegawai untuk membangun dan memelihara suasana kerja yang aman dari tindakan pelecehan seksual,
- Melakukan internalisasi dan sosialisasi tentang tindakan pelecehan seksual dan upaya pencegahan terjadinya pelecehan seksual di lingkungan kerja.
Bentuk-bentuk pelecehan seksual menurut Surat Edaran Anies Baswedan
Bentuk-bentuk tindak pelecehan seksual yang bisa terjadi di lingkungan kerja, antara lain:
Pelecehan fisik, pelecehan lisan, pelecehan isyarat, pelecehan tertulis/gambar, pelecehan psikologis/emosional.
Selain itu, dan/atau bentuk
perbuatan pemaksaan seksual lainnya yang mengakibatkan rasa tidak aman dan tidak nyaman, tersinggung, takut, terintimidasi, merasa direndahkan martabatnya, dan menyebabkan masalah keselamatan, baik fisik maupun mental.
Korban atau saksi bisa melapor ke kanal aduan
Sebagai tindak penanganan, SE itu juga mengatur mekanisme pelaporan tindak kekerasan seksual. Pelapor (baik korban ataupun saksi) bisa menyampaikan aduannya secara tertulis.
Selain itu, ada pula hak-hak pelapor, yaitu: Informasi penangangn, Perlindugnan (seperti kerahasiaan identitas, dll.), pelayanan psikologis, pelayanan rumah aman, kesehatan, dan pelayanan lainnya sesuai kebutuhan khusus korban.
Pihak terlapor pun punya hak untuk penerimaan informasi atas proses penanganan, kerahasiaan identitas, penanganan yang adil, dan kesempatan menyampaikan jawaban dengan bukti pendukung.
—
Baca juga: