Aborsi: Hukum di Indonesia dan Pro Kontranya
Kapan aborsi legal dan tak legal di Indonesia?
Jumat (24/6) lalu, Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) memtutuskan untuk membatalkan hak aborsi bagi perempuan yang dikenal dengan Roe v Wade.
Tak butuh waktu lama, keputusan tersebut pun menuai protes dari publik. Pasalnya Roe v Wade dikenal sebagai keputusan Konstitusi AS untuk melindungi perempuan hamil melakukan aborsi sebelum kelangsungan hidup janin sejak diputuskan pertama kali pada tahun 1973.
Lantas, bagaimana hukum Indonesia mengatur pengguguran kandungan?
Baca juga: Pertamina: Nomor Polisi yang Terdaftar dan STNK Pembeli Pertalite Harus Sesuai
Hukum aborsi di Indonesia
Secara hukum, Indonesia mengidentifikasi aborsi menjadi dua jenis: abortus provocatus criminalis dan abortus provocatus therapeuticus.
Abortus provocatus criminalis dikenal mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang ibu atau perempuan hamil. Ketentuan mengenai abortus provocatus criminalis diatur pada Pasal 299 serta Pasal 346-349 KUHP.
Berdasarkan pasal tersebut, yang dapat dikenakan pidana yaitu wanita yang mengandung, pelaku selain wanita mengandung, dan orang yang sengaja mengobati atau menyuruh melakukan aborsi.
Bertolak belakang dengan jenis pertama, abortus provocatus therapeuticus dikenal legal. Hal ini berlaku untuk situasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, serta bagi korban perkosaan.
Syarat dan ketentuan yang lebih jelas tentang pelaksanaan aborsi yang diizinkan termuat dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Baca juga: Penampilan Live dan Recording Artis Nggak Sama, Jangan Langsung Judge Dulu!
Pro dan kontra
Setiap tahun, sebanyak 56 juta kasus pengguguran kandungan terjadi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup.
Di Indonesia, mengugurkan kandungan pun terbilang tabu dan kerap dikaitkan dengan perzinahan. Padahal, menggugurkan kandungan tak melulu soal kehamilan di luar nikah.
Banyak pihak berargumen bahwa menggugurkan kandungan bisa jadi pilihan buat perempuan karena berkaitan dengan kondisi mental dan fisik, hingga stabilitas pekerjaan dan karir mereka.
Menurut studi terbitan JAMA Psychiatry 2016, perempuan yang melakukan aborsi legal dapat melanjutkan hidup tanpa risiko terkena depresi, kecemasan, atau rasa rendah diri terkait dengan hal.
Namun, mereka tak memiliki hak untuk mengugurkan kandungan (plus dibayang-bayangi hukuman pidana jika melakukannya secara ilegal) mengalami peningkatan kecemasan dan rasa rendah diri.
Namun di sisi lain, tak sedikit pula yang berpendapat bahwa aborsi adalah pembunuhan.
Jika penguguran kandungan dilegalkan, maka hal tersebut akan cenderung mempromosikan pemahaman bahwa hidup itu tak berarti.
Selain itu, banyak pula yang meyakini bahwa penggunakan alat kontrasepsi, asuransi kesehatan dan edukasi seksual yang baik bisa membuat aborsi tak diperlukan.
Your thoughts? Let us know in the comments below!