Anhedonia, Kondisi di Mana Kamu Susah Bahagia
Kamu Berhak Bahagia
Memangnya siapa yang nggak mau bahagia?
Bahagia dan kebahagiaan jadi tujuan hidup hampir semua orang. Meski nggak semua naro kebahagiaan sebagai prioritas, seharusnya ini pasti masuk top wishlist.
Cara buat ngejarnya pun beda-beda. Ada yang cukup dengan ditemani orang sekitar meski ngga punya apa-apa. Ada yang bahagia lewat perut yang kenyang. Dan, ada juga yang bahagia ketika sudah punya banyak hal dalam hidup.
“We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness.” – United States Declaration of Independence
Dalam US Declaration of Independence, dikatakan kalau ada tiga hak yang mustahil dirampas yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.
Orang-orang kayaknya menyalahartikan kalau kebahagiaan adalah sebuah hak asasi. Padahal, hak yang dimaksud adalah hak untuk mengejar kebahagiaan dalam bentuk kesempatan dan akses.
Sama seperti World Health Organization (WHO) yang dalam konstitusinya menyatakan kalau semua orang berhak atas standar kesehatan tertinggi, termasuk akses dan harga yang terjangkau.
WHO nggak bilang kalau sehat adalah hak asasi manusia, tapi hak untuk sehat adalah hak dasar yang harus dimiliki.
“...the highest attainable standard of health as a fundamental right of every human being… access to timely, acceptable, and affordable health care of appropriate quality.” – Constitution of the World Health Organization (WHO)
30 days straight of Ashwagandha what did I feel? (KSM-66)🍃💊
•The anhedonia is real
•My physical stress response was nearly absent
•It didn’t fix rumination
•Focus was improved
•Workouts were intense with less focus on “it hurts”
•My patience significantly increased— Chasten Hamilton (@ChastenHamilton) December 7, 2022
Adakah yang Nggak Berhak Bahagia?
Seharusnya, seyogyanya, semua orang berhak untuk mengejar kebahagiaannya masing-masing.
Batasan-batasan yang mesti diperhitungkan hanyalah apakah kebahagiaan yang diidam-idamkan ini merampas hak individu lain atau nggak? Karena kalau gitu, hal itu pun berarti ngelanggar etika dan norma yang sudah ada.
Selain jenis kebahagiaan yang merugikan orang lain, sisanya sepertinya dapat dikejar dan dicari.
Sayangnya, ternyata batasan bagi seseorang terkadang adalah dirinya sendiri. Baik secara literal atau nggak, manusia sering kali terbatasi oleh ketidakmampuannya untuk menerima kebahagiaan mentah-mentah.
Ada yang merasa tidak layak untuk bahagia karena jalan hidup yang dilaluinya memunculkan tendensi ini, dan bahkan ada pula sebuah kondisi bernama Anhedonia yang bikin kamu benar-benar susah bahagia.
Susah Bahagia? Hati-Hati Anhedonia
Kalau kamu melihat ini sebagai sebuah istilah yang terdengar cukup ngarang, kali ini kamu salah.
Menurut Barbara Brody dalam artikel What Is Anhedonia? yang sudah di-review secara klinis dikatakan kalau Anhedonia adalah ketidakmampuan seseorang untuk merasakan emosi positif. Dengan kata lain, pas ngelakuin aktivitas menyenangkan si pengidap nggak akan merasa senang atau bahagia.
Kondisi ini biasanya tidak hadir sendiri. Anhedonia merupakan dampak dari masalah gangguan kejiwaan seperti depresi berat, penyalahgunaan substansi, skizoprenia, parkinsons, dan lain-lain.
Dalam artikel yang sama, dikatakan kalau ada dua tipe kondisi yang membedakannya yaitu:
Anhedonia Fisik
Kamu nggak bisa lagi merasakan sensasi melalui panca indera. Makanan rasanya hambar, pelukan nggak terasa hangat, bahkan katanya seks pun tidak menarik atau memuaskan.
Anhedonia Sosial
Varian yang satu ini terasa seperti gelaja depresi pada umumnya. Kamu nggak pengin menghabiskan waktu sama orang lain. Meskipun misalnya sebelumnya kamu adalah seorang social butterfly, Anhedonia bisa bikin kamu menarik diri dari lingkungan sosial.
Anhedonia dan Kesehatan Mental
Dalam “World Mental Health Report’ yang disusun oleh WHO, ada sekitar 970 juta orang yang punya masalah kesehatan mental. 52,4% perempuan dan 47,6% laki-laki.
Dengan kata lain, 1 dari 8 orang punya masalah kesehatan mental. Perlu diinget juga kalau Anhedonia ini punya hubungan yang sangat erat sama kesehatan mental. Sebagian besar dari orang yang punya masalah kesehatan mental punya Anhedonia.
Dari laporan WHO juga, angka yang tinggi ini muncul karena:
- Ketimpangan sosial dan ekonomi,
- Situasi darurat pandemi,
- Situasi darurat konflik, dan
- Krisis iklim.
Yang lebih menyedihkannya lagi adalah, 71% dari seluruh kasus kesehatan mental tidak mendapatkan tindakan dari profesional.
–
-
RKUHP Akhirnya Disahkan, Apa yang Bakal Terjadi?
-
Orang Indonesia Udah Ngecapin Makanan Sejak 3000 Tahun Lalu
-
Curving Lebih Serem dari Ghosting?