Polisi Pelaku Pelanggaran HAM Paling Banyak Sepanjang 2016-2020
Polisi paling sering diadukan karena pelanggaran HAM
Polisi paling sering diadukan langgar Hak Asasi Manusia (HAM) dibanding kelompok pelaku pelanggaran HAM lain. Hal ini diungkapkan oleh Komnas HAM.
Nggak tanggung-tanggung, Lembaga Kepolisian RI bahkan menempati posisi puncak tersebut sepanjang 2016-2020.
Baca juga: Sweda: Brand Jewelry Yogyakarta yang Bawa Budaya Tradisional ke Level Global
Jumlah pelanggaran HAM oleh Polisi terus menurun, namun masih tinggi
Dari total 28.305 aduan yang diterima Komnas HAM sepanjang periode tersebut, 43,9 persen ditujukan terhadap aparat kepolisian.
Aduan tersebut umumnya bersirkulasi pada isu lambatnya penanganan kasus, kkriminalisasi, penganiayaan dan proses hukum yang dinilai tidak prosedural.
Meski banyak, jumlah kasus pelanggaran HAM aparat pun juga mengalami penurunan setiap tahun.
Pada tahun 2016, lembaga tersebut diadukan sebanyak 2.290 kali. Jumlah tersebut menurun pada tahun-tahun selanjutnya; 2017 dengan 1.652 aduan, 2018 dengan 1.670 aduan, 2019 dengan 1.272 dan 2020 dengan 1.122 aduan.
Bukan cuma itu, lembaga tersebut juga paling responsif terhadap surat rekomendasi dari Komnas HAM. Dari 769 surat yang dilayangkan pada 2018, 198 surat ditanggapi oleh Polri.
Baca juga: Kadal Raksasa Masuk Supermarket dan Mengubrak-Abrik Isi Toko, Videonya Viral di Media Sosial
Masih butuh koreksi eksternal
Menurut Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari, hal ini menujukkan pentingnya pembenahan di lembaga tersebut dari hilir hingga hulu.
Ia menyarankan pendidikan HAM yang harusnya diperkuat pada kurikulum pendidikan di akademi kepolisian.
“Kepolisian di bawah [Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo] ini harus lebih terbuka dan mempertimbangkan seluruh aspek sebelum mengambil kebijakan, baik yang bersifat strategis maupun yang sifatnya taktis di lapangan,” katanya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga sempat mengungkapkan bahwa Polri masukan dan koreksi eksternal.
Hal ini ia ungkapkan setelah telegram soal aturan peliputan media yang melarang penyiaran arogansi dan kekerasan polisi bersirkulasi dan menyebabkan multitafsir.
“Karena kami Polri juga butuh masukan dan koreksi dari eksternal untuk bisa memperbaiki kekurangan kami. Oleh karena itu, saya sudah perintahkan Kadiv Humas untuk mencabut STR tersebut,” kata Listyo Sigit Prabowo.
“Dan sekali lagi, mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media,” lanjut Listyo Sigit Prabowo.